master all operator di durenan

GROSIR PULSA DI DURENAN dijamin murah dan cepat

Lencana Facebook

Minggu, 18 April 2010

nama bayi

<center><a href="http://www.melindahospital.com/modul/user/baby_name.php" target="_blank"><img border="0" alt="Kumpulan nama bayi terbanyak dan terbaik" style="opacity:1;filter:alpha(opacity=100);" onmouseover="this.style.opacity=0.8;this.filters.alpha.opacity=80" src="http://www.melindahospital.com/modul/user/images/images_banner_links/banner_125x125_A.jpg" onmouseout="this.style.opacity=1;this.filters.alpha.opacity=100"/></a></center>

Rabu, 09 September 2009

Strategi Pemerintah Dalam Menyerasikan Pembangunan Desa Dan Kota Di Era Otoda

Kamis, 2009 Mei 28

Pembangunan nasional pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang makmur dan berkeadilan. Kebijakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pemerintah daerah di segala bidang terus diupayakan dan dimaksimalkan dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional dan otonomi daerah. Langkah tersebut dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam sistem negara kesatuan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah satu kesatuan, walaupun tugas dan peranannya berbeda.

Pendekatan pembangunan sentralistik yang dilakukan selama ini, pada kenyataannya telah banyak menciptakan ketimpangan antara yang kaya dan miskin, ketimpangan antar daerah (regional) dan ketimpangan antara desa dengan kota. Memperhatikan kenyataan ini, pemerintah mengalihkan pendekatan terhadap strategi pembangunan yang mengarah kepada kebijakan desentralisasi (Suwandi, 1988 : 12).

Kondisi di negara kita menunjukkan bahwa telah terjadi tingkat urbanisasi yang relatif cepat dibandingkan dengan perkembangan industrialisasi. Sementara pembangunan kota belum mampu menyediakan perumahan yang layak dalam waktu relatif singkat. Hal ini disebabkan oleh kondisi orang desa yang umumnya kurang mampu sehingga sering timbul rumah-rumah darurat dengan fasilitas seadanya. Daerah dengan keadaan seperti ini sering disebut dengan perumahan kumuh (slum).

Adanya ketimpangan hasil-hasil pembangunan desa dan kota akan berakibat buruk secara sosial dan ekonomi terhadap kehidupan di kedua wilayah hidup masyarakat tersebut. Pertama, kota akan mengalami kepadatan penduduk yang semakin tinggi disebabkan terbukanya kesempatan kerja di berbagai bidang. Sebaliknya, kondisi di desa menunjukkan bahwa masih bertumpu pada sektor pertanian tradisional yakni tergantung dari musim dan kondisi lahan. Kondisi ini memicu mereka yang memiliki alam berpikir rasional (modern) untuk memanfaatkan waktu, tenaga dan ketrampilan seadanya untuk malakukan urbanisasi. Alasan mereka memang rasional karena mereka berusaha mencari tempat/daerah yang relatif lebih banyak mempunyai kesempatan ekonomis. Kedua, kondisi desa semakin kehilangan tenaga kerja off farm . Hal ini dipicu oleh keadaan pertanian tradisional yang tidak bersifat menghasilkan dan memberikan pendapatan secara cepat dan langsung (quick yielding), membuat kondisi perekonomian desa semakin rapuh.

Keadaan di atas, menunjukkan suatu kecenderungan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat di negara-negara sedang berkembang. Hal ini memang sulit untuk dielakkan karena percepatan mekanisme ekonomis di kota jelas akan mengalahkan petumbuhan ekonomi di pedesaan. Dari sini muncul ketimpangan pertumbuhan kota dan desa yang semakin mencolok. Di sisi lain, kota memiliki visi modern dan dinamis, sedangkan desa karakternya lamban dan tradisional.

Melihat kondisi ini sudah saatnya Pemerintah melakukan upaya-upaya terhadap kebijakannya dalam membangun masyarakat desa di era otonomi daerah. Pemerintah perlu juga menelaah strategi dalam menciptakan keserasian pembangunan antara desa dan kota sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi tingkat Kabupaten.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, menunjukkan adanya ketimpangan hasil pembangunan yang cukup besar antara desa dan kota. Pengembangan wilayah pedesaan dirasakan sangat penting, karena struktur ekonomi pedesaan berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan struktur perkotaan. Karena itu permasalahan mendasar adalah bagaimana menumbuhkan dan mengembangkan pembangunan di pedesaan sekaligus upaya-upaya apa yang yang harus dilakukan untuk mencapai keserasian/kesamaan dengan wilayah kota.

PEMBAHASAN
1. Pembangunan Wilayah Pedesaan
Pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan yang tidak seimbang sebagaimana selama ini terjadi akan menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi dalam kehidupan. Persoalan-persoalan yang dihadapi wilayah desa dan kota adalah masalah-masalah yang spesifik, sebab masing-masing wilayah mempunyai potensi yang berlainan. Desa yang lebih berkesan sebagai kelompok masyarakat yang hidup secara tradisional, mempunyai banyak ketertinggalan dibanding dengan dengan kota. Salah satu tujuan pembangunan wilayah pedesaan adalah menyeterakan kehidupan masyarakat desa dan kota sesuai dengan potensi yang dimiliki desa.

Untuk melakukan pembangunan desa, ada beberapa hal yang tidak dapat diabaikan diantaranya adalah latar belakang, pendekatan, konsep maupun kenyataan-kenyataan yang terjadi di setiap desa. Beberapa hal yang perlu untuk mendapat perhatian dalam pembangunan wilayah pedesaan adalah
a. Pembangunan masyarakat desa masih bersifat dekonsentrasi. Disisi lain, sifat ragam dan hakikat desa sangat beranekaragam yang secepatnya membutuhkan penanganan. Disamping itu, titik berat pelaksanaan otonomi daerah yang terletak pada kabupaten menggambarkan kebulatan karakter pedesaan wilayahnya.
b. Perangkat desa perlu mendapat bantuan teknis dan insentif. Perangkat desa yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan desa, keadaannya secara umum masih membutuhkan bantuan teknis yang efektif. Bantuan teknis dan efektif yang dibutuhkan diantaranya adalah
1) kesejahteraan, artinya pendapatan para kepala desa dan perangkatnya yang masih menjadi masalah, kualitas ketrampilan, kewibawaan, kemampuan, kejujuran dan dedikasi para perangkat desa masih perlu ditingkatkan dengan bantuan pemerintah.
2) Kemampuan membangun masyarakat desa mulai dari merencanakan, melaksanakan sampai mengawasi masih dilakukan dengan cara yang sangat sederhana atau dalam banyak hal masih tanpa mekanisme manajemen sama sekali.
3) Mekanisme kerja antara pemerintah desa dan pemerintahan diatasnya perlu dimantapkan. Hal ini dimaksudkan agar rencana yang dipersiapkan desa beserta masyarakatnya disambut baik dan terwujud dalam pelaksanaannya tanpa modifikasi ataupun penghilangan yang pokok demi kepentingan desa. Dan agar pembangunan jangan berlangsung secara birokratis yang berlebihan.
c. Dana pembangunan desa secara lintas sektoral masih belum bermanfaat bagi masyarakat desa. Karena itu dibutuhkan usaha dan dorongan yang kuat, sehingga mekanisme proyek pembangunan desa yang berlangsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa melalui pemerintahan paling bawah.
d. Kurangnya keterpaduan kepentingan antar sektor, sehingga dibutuhkan koordinasi lintas sektoral tentang pemerintahan desa melalui penyatuan program, misi dan visi pembangunan. Hal ini dikarenakan setiap sektor mempunyai visi dan misi yang ideal mengenai pembangunan wilayah pedesaan. Sehingga masing-masing sektor cenderung untuk berpegang teguh secara prinsip pada fungsi pokoknya dan memegang asumsi bahwa secara fungsional tidak ada kewenangan untuk mencampuri sektor lain.

2. Sasaran Pembangunan Pedesaan
Perlu untuk disadari bahwa proses pembangunan adalah suatu proses perubahan masyarakat. Proses perubahan ini mencerminkan suatu gerakan dari situasi lama (tradisional) menuju suatu situasi baru yang lebih maju (modern) dan belum dikenal oleh masyarakat. Perubahan yang dilakukan tersebut akan melalui proses transformasi dengan mengenalkan satu atau beberapa fase antara. Pembangunan masyarakat (pedesaan) memerlukan suatu proses dan model tranformasi dari model lama menuju model baru (tujuan). Di sisi lain perlu pula untuk dipahami bahwa proses pembangunan merupakan suatu konsep yang optimistik dan memberikan pengharapan kepada mereka yang secara sukarela berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sehingga perencanaan pembangunan baik sosial maupun budaya selalu perlu menyadari dan menemukan indikasi-indikasi perubahan tuntutan.

Agar pembangunan wilayah pedesaan menjadi terarah dan sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan masyarakat desa, maka perencanaan mekanisme pelaksanaan pembangunan desa dilakukan mulai dari bawah. Proses pembangunan yang dilaksanakan merupakan wujud keinginan dari masyarakat desa. Dalam hal ini koordinasi antara pemerintah desa dengan jajaran di atasnya (Pemerintahan Kecamatan, Pemerintahan Kabupaten) harus terus menerus dilakukan dan di mantapkan. Apalagi pelaksanaan otonomi daerah dititikberatkan pada Pemerintah Kabupaten.

Pelaksanaan pembangunan pun hendaknya tidak hanya menjadikan desa sebagai obyek pembangunan tetapi sekaligus menjadikan desa subyek pembangunan yang mantap. Artinya obyek pembangunan adalah desa secara keseluruhan yang meliputi potensi manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) dan teknologinya, serta mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan yang ada di pedesaan. Sehingga menjadikan desa memiliki klasifikasi desa swasembada. Yaitu suatu desa yang berkembang dimana taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya menunjukkan kenyataan yang makin meningkat.

Oleh karena masyarakat pedesaan sebagian besar berada di sektor pertanian, maka sasaran yang ingin dicapai adalah membantu pemenuhan kebutuhan pangan dengan mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat desa dan peningkatan ketrampilan pada sektor pertanian, pertukangan kayu, dan kesejahteraan keluarga.

3. Pemberdayaan Potensi Desa dalam Rangka Pengembangan Pedesaan
Munculnya Kesenjangan tingkat pertumbuhan dan kemajuan yang terjadi antara pedesaan dan perkotaan telah melahirkan kesenjangan. Kondisi kesenjangan ini semakin diperburuk lagi dengan adanya krisis ekonomi yang mempengaruhi berbagai bidang kehidupan masyarakat desa baik ekonomi, sosial maupun budaya. Hal tersebut tercermin dari banyaknya jumlah masyarakat yang tergolong miskin.
Untuk menunjang upaya redistribusi aset-aset ekonomi sampai ke pedesaan, maka paradigma pembangunan diubah menjadi pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Dengan kondisi masyarakat pedesaan yang lebih berdaya maka diharapkan partisipasi interaktif dan swakarsa masyarakat pedesaan lebih aktif dalam pembangunan. Dengan demikian upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sudah selayaknya menjadi misi yang senantiasa melandasi setiap gerak dan langkah pembangunan nasional.

Upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan yang mengaktualisasikan paradigma pembangunan harus lebih mengarah kepada langkah-langkah yang menuju pemerataan kemakmuran. Karena itu visi pembangunan nasional terhadap wilayah pedesaan hendaknya merupakan pembangunan pedesaan untuk kemakmuran rakyat demi tercapainya keserasian dengan masyarakat kota, sedangkan misi yang diemban perlu antara lain memprioritaskan upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan. Disi lain, realisasi konsep otonomi daerah mensyaratkan adanya distribusi hasil pembangunan secara adil dan proporsional pada setiap daerah, serta secara politis mensyaratkan adanya pemencaran kekuasaan (dispersed of power).

Pembinaan terhadap masyarakat desa dilakukan dengan pendekatan sosial budaya yang mempergunakan sistem sosisal politik masyarakat setempat untuk berkomunikasi. Walaupun memperhitungkan kemungkinan perubahan sosial secara sosial pula. Pengetahuan masyarakat tentang bertani pun juga masih sangat tradisional sekali.

4. Solusi dalam Memelihara Keseimbangan Desa dan Kota
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka menyerasikan/ menyamakan perkembangan desa dan kota
a. Pasar Kerja di Desa
Jumlah tenaga kerja yang memasuki pasaran kerja semakin bertambah banyak. Kualitas diantara mereka pun beranekaragam, mulai dari tenaga kasar, terampil sampai tenaga akademik. Karena itu langkah pertama yang harus ditempuh adalah membuka kesempatan kerja untuk menyerap tenaga kerja pasaran di desa. Hal ini dimaksudkan supaya mereka tidak lari atau pergi ke pusa-pusat pertumbuhan ekonomi lain, yaitu kota-kota kecil, kota-kota sedang, atau kota-kota besar.

b. Modal usaha kecil
Pasaran kerja atau kesempatan kerja ini biasanya digerakkan oleh perorangan atau kelompok di desa. Usaha semacam ini biasanya disesuaikan dengan kondisi dan kualitas dari tenaga kerja. Teknologi yang digunakan tidak terlalu tinggi bahkan dapat dilakukan transfer teknologi kepada masyarakat desa. Karena bentuknya yang perorangan (kalaupun ada yang kelompok) biasanya modal usahanya pun kecil. Untuk mendorong keberadaan usaha ini, maka pemerintah perlu untuk memberikan bantuan kredit kecil ala desa, seperti BKD (Bank Kredit Desa).

c. Teknologi kurang terampil
Tenaga kerja di desa biasanya mempunyai kualitas yang rendah, karena itu untuk mengatasi masalah maka perlu diadakan berbagai macam penyuluhan, pelatihan, dan berbagai macam bentuk pembinaan. Mulai dari perangkat desa (aparat desa) sampai pada anggota masyarakat pekerja. Pengembangan keterampilan tenga kerja di desa perlu diorientasikan pada mata pencaharian masyarakat desa yang bersangkutan agar potensi yang ada bisa langsung digarap.

d. Pemasaran hasil produksi
Kendala utama usaha-usaha yang dirintis di pedesaan adalah situasi harga yang fluktuatif atau karena hilang atau berkurangnya kesempatan. Kesempatan pasar atau pemasaran hasil produksi desa merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi desa. Membaiknya pemasaran hasil produksi di desa akan mendukung masuknya modal ke daerah pedesaan. Dan sebaliknya, lesunya pemasaran akan menghambat perekonomian dan produktivitas desa. Karena itu, dalam sistem pemasaran produk desa perlu adanya suatu sistem yang mampu menumbuhkan kebijaksanaan pemerintah, mampu mengikuti mekanisme atau tata niaga ekonomi pasar yang berlaku.

Untuk menanggulangi kelemahan-kelemahan dan aspek ketidakmampuan masyarakat desa khususnya dibidang mendinamisasikan kegiatan dan kehidupan masyarakat, perlu adanya suatu program pendukung yang bersifat menyeluruh bagi pertumbuhan desa. Program-program ini dimaksudkan untuk membawa masyarakat desa setahap demi setahap mampu menjangkau pertumbuhan ekonomi desa menjadi lebih cepat tumbuh dan berkembang. Program-program dan usaha pembangunan desa yang dapat menciptakan suasana pra-conditioning untuk tumbuh dan berkembang adalah
a. Sistem kepemimpinan di desa
Sistem kepemimpinan di desa baik yang bersifat kepemimpinan formal maupun informal, baik yang berdasarkan agama maupun organisasi masyarakat adalah sistem yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dan menghidupkan inisiatif, kreativitas, dan produktivitas masyarakat desa. Jiwa dan ide kepemimpinan dengan dasar apapun selalu mengutamakan inspirasi dan aspirasi masyarakat dan harus mampu menyalurkan menjadi landasan pembangunan oleh, dari dan untuk masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin masyarakat desa harus mampu melihat kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembinaan kelembagaan
Pembinaan kelembagaan ini adalah merupakan usaha menggerakkan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Karena lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh atas inisiatif masyarakat desa, perlu terus dibina dan dilestarikan keberadaannya agar lebih tumbuh dan berkembang. Sehingga mampu lebih efektif dalam mendukung program dan rencana masyarakat maupun pemerintah.
c. Peningkatan kualitas SDM
Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sangat didukung oleh kualitas aparat pemerintah desa dan masyarakat yang turut sebagai pelaku pembangunan. Karena itu perlu disusun sebuah rencana program peningkatan kualitas dan kemampuan masyarakat yang berupa pendidikan, pelatihan umum, pelatihan tenaga kerja, penyuluhan, kegiatan stimulasi dan demonstrasi-demonstrasi. Di sisi lain transfer teknologi kepada aparatur pemerintah dan fungsionaris pembangunan perlu juga untuk dilakukan.
d. Bantuan teknis
Bantuan teknis ini merupakan unsur pendukung proses pembangunan masyarakat desa. Hal ini dibutuhkan dalam hal masyarakat memiliki sedemikian rupa rendahnya kualitas sumberdaya, potensi alam, dan kesempatan ekonomi sehingga perlu mendapatkan dukungan dari luar masyarakat setempat.

PENUTUP
Pembangunan masyarakat pedesaan dimaksudkan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan yang demikian hanya akan dapat terlaksana bila langkah teknis dan ekonomis dilaksanakan setelah masalah inti sosial budaya suatu masyarakat diketahui. Berdasarkan ini kemudian menjadikannya sebagai tumpuan berbagai langkah pembangunan ekonomi dengan sektor teknisnya. Manusia yang secara sosiologis memerlukan interaksi dengan komunitasnya untuk tumbuh dan berkembang, jarang sekali berani berkembang sendiri menjauhi norma-norma dan harapan masyarakat. Sebagaimana perkembangan komunitas memerlukan individu untuk berkembang dan begitu juga individu memerlukan komunitas sebagai tumpuan dan landasan berbagai hal hakiki.

Pembangunan manusia seutuhnya akan lebih berhasil bila pembangunan pada daerah pedesaan dilakukan berdasarkan potensi sumberdaya alamnya. Sehingga untuk mampu memberdayakan potensi sumberdaya alamnya, maka bakat dan kemampuan sumberdaya manusianya juga perlu untuk ditingkatkan. Dengan demikian, kemajuan wilayah pedesaan akan menjadi imbang dengan wilayah perkotaan. sehingga kesenjangan sosial dan ekonomi dalam kehidupan antara penduduk desa dan kota tidak akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Budiman, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Adjid, D.A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Perdesaan dalam Pembangunan Pertanian Berencana. Orba Shakti. Bandung
Effendi, tadjudin N dan Chris manning. 1991. Rural Development and Non-Farm Employment in Java. Resource system Institute. East-West Center.
Fu-Chen Lo. 1981. Rural-Urban Relations and Regional Development. The United nations Centre for Regional Development. Maruzen Asia Pte. Ltd. Singapore
Ginanjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta
Soekadijo, R., G. 1984. Tendensi dan Tradisi dalam Sosiologi Pembangunan. Penerbit : PT Gramedia, Jakarta.
Soekanto, S. 1983. Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial. Penerbit : PT Ghalia Indonesia.

Bercengkerama Dengan Bulan Ramadhan

Puasa sebagaimana yang disinyalir dalam Al-Qur’an (2:183) merupakan salah satu sarana untuk mendekatkan diri pada Allah, sarana mendidik diri membentuk karakter yang bertaqwa pada Allah. Taqwa yang tidak semata-mata diartikan takut pada Allah dan tidak pula diartikan hanya menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya sebagaimana yang selalu disuarakan khotib dalam mimbar-mimbar Khutbah baik Jum’at maupun sholat-sholat lainnya. Hal ini dikarenakan pengertian yang demikian cenderung untuk “merobotkan” sendi-sendi dan keutamaan manusia sebagai makhluk Allah SWT.

Taqwa semestinya lebih bersifat aktif sebagaimana yang diterjemahkan oleh Muhammad As’ad dalam "The Messages of the Qur’an" sebagai God’s Conscious. Taqwa yang demikian akan menjadikan manusia selalu berinisiatif untuk menghadirkan Allah dalam setiap langkah dan tindakannya sehari-hari. Pada tahap tertentu, dengan ketaqwaannya seseorang akan senantiasa merasa rindu pada Allah sebagai perasaan takjub atas nikmat dan berkah yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Kerinduan terhadap Allah akan menuntun kesadaran yang tinggi untuk gemar melakukan kebaikan dan ringan meninggalkan ketercelaan. Manusia yang berada dalam kerinduan selalu melihat yang dirindukan, sementara orang lain tidak melihat kerinduan yang dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Hal ini karena seseorang yang sedang asyik itu memiliki mata hati yang tidak dimiliki oleh orang lain. Mata hati tersebut akan bersinar terang tatkala yang bersangkutan taat pada Allah. Sebaliknya matahati itu redup tatkala dia durhaka.

Taqwa yang demikian akan menjadi ruh segala aktivitas positif baik yang berhubungan dengan kepentingan dunia -seperti karir, jabatan, prestasi, keberhasilan, dsb- maupun yang berhubungan dengan aktivitas murni keagamaan dalam mencari rahmat dan berkah serta ridho dari Allah. Dengan bekal kerinduan dan kesadaran ini, maka segala aktivitas akan menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas. Deru kesibukan di segala kegiatan keseharian tidak akan menjadi sepi dari ruh religius yang pada gilirannya akan menciptakan keseimbangan dan manfaat yang tidak kunjung henti.

Secara ideal, dengan bekal taqwa ini cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang cinta damai dalam persaingan dan sejahtera dalam keragaman bisa terwujud tidak hanya sekadar utopi dan retorika belaka. Sebaliknya timbul dan tumbuh suburnya budaya kekerasan, pertikaian yang tak kunjung selesai, saling melempar kesalahan, kearifan yang semakin langka dalam masyarakat akhir-akhir ini salah satu penyebabnya adalah tercerai berainya modal taqwa yang ada dalam setiap individu.

Berpuasa di bulan ramadhan seharusnya tidak hanya mengulang rutinitas kegiatan yang dilakukan sebulan dalam setahun. Melainkan senantiasa harus dibarengi dengan kreativitas untuk perbaikan tingkah laku sehari-hari. Dalam dunia tasawuf, puasa yang dilakukan sekadar menahan lapar dan haus tanpa penghayatan, sejatinya adalah puasa yang tidak bermakna. Kalau puasa itu hanya sekadar tidak melakukan aktivitas makan dan minum, mestinya fakir dan miskin tidak dikenakan kewajiban tersebut. Sebab mereka setiap hari sudah dicekam rasa lapar dan dahaga. Persoalannya, puasa bukan sekedar itu, bukan sekadar yang tidak pernah lapar supaya merasakan lapar seperti orang miskin, bukan sama sekali bernilai penyiksaan terhadap diri. Menahan makan, minum dan aktivitas seksual di siang hari hanya bagian kecil dimensi puasa yang begitu luas dan komplek.

Puasa merupakan proses pengendalian diri terhadap hedonisme tiap manusia baik itu kaya maupun yang miskin, pejabat maupun rakyat, presiden maupun pesinden, politisi maupun pegawai, pengusaha maupun pengutang. Memang hedonisme atau kebutuhan pancaindrawi pada dasarnya dibutuhkan untuk menyangga fisik kita. Tetapi sering kali kita larut dalam kendali hedonisme. Dengan kata lain, kita terjerat pada nafsu Lauwwamah, Sabu’iyah, dan Syaithaniyah. Nafsu angkara murka, nafsu kebinatangan dan nafsu setani.

Parahnya adalah batasan hedonisme itu sangat relatif dan seringkali kita menjadi naïf. Kita tidak pernah puas dengan apa yang sudah kita jejalkan pada pancaindrawi kita. Pemenuhan terhadap hedonisme itu layaknya minum air laut yang tiada habisnya, semakin direguk semakin kehausan. Dan baru akan berhenti tatakala nyawa ini telah direnggut melalui kematian. Semakin kita bersikeras memenuhi hedonisme, maka akan semakin lemah meaning fully, kedalaman nilai fitrah manusiawi kita. Meaning fully dalam kata lain adalah nafsu mutmainnah jiwa yang bersih dan damai. Untuk memperkuat meaning fully maka haruslah dengan prihatin, menunda kesenangan demi kesenangan yang lebih hakiki, yaitu surga. Derajat inilah yang hendak dicapai dengan puasa sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah “Yaa ayyuhan nafsul mutma’innah irji’i ila rabbiki radliyatan mardliyah fadhuli fi ‘ibadi wad huli jannati” Wahai jiwa yang bersih dan damai, pulanglah ke haribaan Tuhanmu dengan kerelaan, dan datanglah keharibaan-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.

Oleh karena itu puasa hendaknya dijadikan sebagai ajang pengukuran kesadaran diri untuk berpikir, merenung, berikhtiar secara kreatif mengejawantahkan ajaran-ajaran mulia keagamaan dalam kehidupan nyata. Di bulan ini kita dilecut kesadaran untuk melihat relung hati kita yang paling dalam, “Siapa aku, Siapa Engkau”. Aku ada, karena engkau ada. Paradigma demikian yang perlu kita lecutkan untuk meng-counter konsep Descartes yang menyatakan “Aku berpikir, karena itu aku ada”, sebuah konsep yang cenderung berimplikasi pada kehidupan individualistik. Dan akan kita luruskan melalui puasa dengan mengusung konsep togethersness yang berimplikasi amat luas baik ekonomi maupun sosial dalam pengertian yang komprehensif.

Disisi lain, kecemerlangan sebuah peradaban salah satunya dipengaruhi oleh akal kreatif untuk menterjemahkan nilai-nilai luhur sebagai spirit meraih kemajuan dan kehidupan yang lebih baik. Tanpa akal kreatif ini umat manusia sudah lama punah. Kejayaan peradaban Eropa dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, tidak lepas dari kreativitas otak ilmuwan barat yang kreatif dan inovatif serta peradaban Islam yang cemerlang. Dalam sejarah, Renaissance Eropa terjadi setelah mereka mengadopsi peradaban Islam.

Islam, sebagai agama mulia, berhasil mengantarkan generasi pendahulu menuju zaman kecermelangan. Keberhasilan para pendahulu dalam sejarah Islam ditentukan –salah satunya- oleh penghayatan mendalam dan pelaksanaan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari. Peradaban yang dibangun berdasarkan semangat Islam tersebut yang menyebabkan para pemerhati Islam menyatakan bahwa Islam bukan hanya sekadar sebuah agama, melainkan peradaban yang paripurna. Islam isn’t only religion but also a great civilization.

Ramadhan, sebagai bulan yang penuh berkah, selayaknya dijadikan sebagai bulan cinta kasih antar kita sesama umat. Sekaligus sebagai sarana dan momen yang paling tepat untuk memperbaiki diri dalam membalas cinta dan kasih yang ditebarkan Rasulullah. Ramadhan seharusnya dijadikan sebagai sarana “berasyik ria”, “bermesraan” dengan Allah lewat ibadah-ibadah mahdhah serta sebagai ajang tali kasih antar sesama umat manusia, sebagai makhluk individu dan sosial. Sehingga pada nantinya berbagai macam kasus pencurian, korupsi, ancaman, pengeboman dan berbagai macam tindakan mungkar tidak akan terjadi di negeri yang kita cintai ini. Tanpa kepekaan sosial, ajaran islam tidak sempurna dan terhenti pada hablum minallah saja, dengan melupakan hablum minannas.

Melihat kenyataan sebagaimana yang digambarkan di atas, puasa mempunyai arti yang sangat penting dan luas, puasa bukan ritus eksklusif tetapi ritus yang sangat inklusif. Karena itu, maka manusia perlu untuk melakukan puasa, sebab sebagaimana yang dilukiskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia mempunyai potensi yang tak terbatas untuk menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang baik atau yang buruk. Dalam kondisi yang demikian, puasa mengingatkan pada potensi yang tak terbatas itu jangan sampai terjerembab dalam lembah nista.

Dengan demikian sesungguhnya sangatlah rugi mereka yang menjumpai Ramadhan, tetapi tidak mau mengambil hikmah dari Ramadhan. Sebab telah berulangkali Rasullullah memberi nasehat mengenai keutamaannya yang pada hakikatnya semua itu bertujuan agar kita tidak sekadar mensyukuri dan mengetahui nilainya, tetapi agar kita juga mau berusaha untuk menyempurnakannya dengan berbagai bentuk amalan-amalan.